PENDAHULUAN
Zakat adalah bagian dari harta yang wajib diberikan oleh setiap
muslim yang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu dengan syarat-syarat
tertentu pula. Prinsip dari zakat ini antara lain keyakinan keagamaan
menyatakan bahwa orang yang membayar zakat yakin pembayaran tersebut merupakan
salah satu manifestasi keyakinan agama, pemerataan
dan keadilan bagi umat manusia.
Produktifitas dan kematangan menekankan bahwa zakat memang harus dibayar karena
milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu pula. Nalar, prinsip etik dan
kewajaran menyatakan bahwa zakat tidak akan diminta secara semena-mena tanpa
memperhatikan akibat yang ditimbulkannya.
Berbeda
dengan sumber pendapatan dari pertanian, peternakan dan perdagangan, sumber
pendapatan dari profesi tidak banyak dikenal di masa generasi terdahulu. Oleh
karena itu pembahasan mengenai tipe zakat profesi tidak dapat dijumpai dengan
tingkat kedetilan yang setara dengan tipe zakat yang lain. Namun bukan berarti
pendapatan dari hasil profesi terbebas dari zakat, karena zakat secara
hakikatnya adalah pungutan terhadap kekayaan golongan yang memiliki kelebihan
harta untuk diberikan kepada golongan yang membutuhkan.
Zakat
profesi memang tidak dikenal dalam khazanah keilmuan Islam, sedangkan hasil
profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta
(simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila telah
memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan zakat. Sekalipun hukum mengenai zakat profesi ini masih menjadi
kontroversi dan belum begitu diketahui oleh masyarakat muslim pada umumnya dan
kalangan profesional muslim, namun kesadaran dan semangat untuk menyisihkan
sebagian penghasilan sebagai zakat yang diyakininya sebagai kewajiban agama
yang harus dikeluarkannya cukup tinggi. Oleh karena itu di dalam makalah kami
ini akan memaparkan sedikit temuan kami dari beberapa referensi tentang zakat
profesi.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Zakat Profesi
Profesi dalam Islam dikenal dengan istilah al-kasb, yaitu
harta yang diperoleh melalui berbagai usaha, baik melalui kekuatan fisik, akal
pikiran, maupun jasa. Definisi lain yang lebih populer dalam bahasa Arab yakni mihnah
(profesi) dan hirfah (wiraswata).[1]
Zakat
Profesi adalah zakat yang
dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil
profesi) bila telah mencapai nisab.[2]
Pendapatan profesi adalah buah dari hasil kerja
menguras otak dan keringat yang dilakukan oleh setiap orang. Contoh dari
pendapatan kerja profesi adalah gaji, upah, insentif, nama lainnya disesuaikan
dengan jenis profesi yang dikerjakan, baik
itu pekerjaan yang mengandalkan kemampuan otak atau kemampuan fisik dan lainnya.[3]
Menurut Dr. Yusuf Qardawi pekerjaan yang menghasilkan
pendapatan itu ada dua macam: Pertama, pekerjaan yang dihasilkan sendiri
tanpa tergantung pada orang lain, berkat kecekatan tangan ataupun otak. Kedua,
pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat pihak lain, baik pemerintah maupun
perorangan dengan memperoleh upah yang diberikan dengan tangan, otak ataupun
keduanya.[4]
Penghasilan atau pendapatan semacam ini dalam istilah
fiqh dikatakan sebagai al-maal al-mustafaad (harta yang bermanfaat).
Sementara itu, fatwa ulama yang dihasilkan pada waktu Muktamar Internasional Pertama
tentang Zakat di Kuwait pada tanggal 29 Rajab 1404 H yang bertepatan dengan
tanggal 30 April 1984 M, berkesimpulan bahwa salah satu kegiatan yang
menghasilkan kekuatan bagi manusia sekarang adalah kegiatan profesi yang
menghasilkan amal yang bermanfaat, baik yang dilakukan sendiri, seperti
kegiatan dokter, arsitek, dan yang lainnya, maupun dilakukan secara
bersama-sama, seperti para pegawai atau karyawan.[5]
B.
Ruang
Lingkup Kategori Aset Wajib Zakat Profesi
Ruang
lingkup zakat profesi adalah seluruh pendapatan yang dihasilkan seseorang yang
biasanya dalam bentuk gaji, upah, honor, dan nama lainnya (aktif income) yang sejenis sepanjang pendapatan tersebut
tidak merupakan suatu pengembalian dari harta, investasi, atau modal.
Pendapatan
yang dihasilkan dari kerja profesi tertentu (pasif income) seperti
dokter, pengacara, akuntan, dan lain sebagainya masuk dalam ruang lingkup zakat
ini sepanjang unsur kerja mempunyai peranan yang paling mendasar dalam
menghasilkan pendapatan tersebut.[6]
C.
Landasan Hukum Kewajiban Zakat Profesi
Semua penghasilan melalui kegiatan tersebut, apabila
telah mencapai nishab, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini berdasarkan nash-nash
al-Quran yang bersifat umum,
misalnya firman Allah SWT. dalam surat At-Taubah: 103, Al-Baqarah: 267, dan
juga firman-Nya dalam Adz-Dzaariyat: 19.
1.
Q.S.
At-Taubah 103 :
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
”Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”.
2.
Q.S. Al-Baqarah 267 :
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhsÛ $tB óOçFö;|¡2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( wur (#qßJ£Jus? y]Î7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îÏJym ÇËÏÐÈ
”Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan
sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu
memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya.
dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
3.
Adz-Dzaariyat 19 :
þÎûur öNÎgÏ9ºuqøBr& A,ym È@ͬ!$¡¡=Ïj9 ÏQrãóspRùQ$#ur ÇÊÒÈ
”Dan
pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang
miskin yang tidak mendapat bagian”.[7]
Dalam suatu riwayat para Khulafa al-Rasyidin, juga
mewajibkan zakat profesi, Abu Ubaid berkata: diriwayatkan dari Aisah anak
perempuan dari Qudamah bin Madz’uun: khalifah Utsman bin Affan r.a mengatakan ketika memberikan gaji kepada ayahku:
”Apabila kamu telah memiliki harta yang telah
mencukupi kewajiban mengeluarkan zakat, maka gajimu akan kupotong sebagian
untuk zakat”.[8]
Dari
beberapa firman dan hadist di atas dapat disimpulkan, bahwa semua harta yang
dimiliki dan semua penghasilan yang didapatkan jika telah memenuhi persyaratan
kewajiban zakat. Maka harus dikeluarkan
zakatnya termasuk zakat profesi.
Penghasilan
profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, wiraswasta, dan lain lain) merupakan sumber pendapatan (kasb)
yang tidak banyak dikenal di masa generasi terdahulu, oleh karenanya bentuk
kasab ini tidak banyak dibahas, khususnya yang berkaitan dengan
"zakat". Lain halnya dengan bentuk kasb yang lebih populer saat itu,
seperti pertanian, peternakan dan perniagaan, mendapatkan porsi pembahasan yang
sangat memadai dan detail. Meskipun demikian bukan berarti harta yang
didapatkan dari hasil profesi tersebut bebas dari zakat, sebab zakat pada
dasarnya atau hakekatnya
adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada
orang-orang miskin di antara mereka (sesuai dengan ketentuan syara').
Dengan demikian apabila seseorang dengan penghasilan
profesinya ia menjadi kaya, maka wajib atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi
jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup (dan keluarganya), maka ia
menjadi mustahiq (penerima zakat). Sedang jika hasilnya hanya sekedar untuk
menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat.
Kebutuhan
hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni, papan, sandang, pangan dan
biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.[9]
D. Nisab, Waktu, Kadar, dan Cara Mengeluarkan
Zakat Profesi
Zakat
gaji, upah, honor, dan lainnya serta pendapatan kerja profesi tidak wajib
dikeluarkan zakatnya kecuali telah melampaui batas ketentuan nisab. Para ahli
kontemporer berpendapat bahwa nisab zakat profesi di qiyas kan
dengan nisab kategori aset wajib zakat keuangan yaitu 85 gram emas atau
200 dirham perak
dan dengan syarat kepemilikannya
telah melampaui kesempurnaan masa haul.[10]
Terdapat
beberapa kemungkinan dalam menentukan nishab, kadar, dan waktu mengeluarkan
zakat profesi. Hal ini tergantung pada qiyas (analogi) yang dilakukan:
1.
Jika dianalogikan pada zakat perdagangan, maka
nishab, kadar, dan waktu mengeluarkannya sama dengan zakat emas dan perak.
Nishabnya senilai 85 gram emas, kadar zakatnya 2,5 persen dan waktu
mengeluarkannya setahun sekali, setelah dikurangi kebutuhan pokok.
Cara menghitung misalnya :
jika si A berpenghasilan Rp 5.000.000,00 setiap bulan dan kebutuhan pokok
perbulannya sebesar Rp 3.000.000,00 maka besar zakat yang dikeluarkan adalah
2,5 % x 12 x Rp 2.000.000,00 atau sebesar Rp 600.000,00 pertahun /Rp 50.000,00
perbulan.
2.
Jika dianalogikan pada zakat pertanian, maka nishabnya
senilai 653 kg padi atau gandum, kadar zakatnya sebesar lima persen dan
dikeluarkan pada setiap mendapatkan gaji atau penghasilan. Misalnya sebulan
sekali.
Cara menghitungnya contoh
kasus di atas, maka kewajiban zakat si A adalah sebesar 5% x 12 x Rp
2.000.000,00 atau sebesar Rp 1.200.000,00 pertahun / Rp 100.000,00 perbulan.
3.
Jika dianalogikan pada zakat rikaz, maka
zakatnya sebesar 20 persen tanpa ada nishab, dan dikeluarkan pada saat
menerimanya.[11]
Cara menghitungnya contoh kasus di atas, maka si A mempunyai
kewajiban berzakat sebesar 20 % x Rp 5.000.000,00 atau sebesar Rp 1.000.000,00
setiap bulan.
Mengenai
waktu pengeluaran zakat profesi ini beberapa ulama berbeda pendapat sebagai berikut:
1.
Pendapat As-Syafi'i dan Ahmad mensyaratkan haul
(sudah cukup setahun) terhitung dari kekayaan itu didapat.
2.
Pendapat Abu Hanifah, Malik dan ulama modern,
seperti Muhammad Abu
Zahrah dan Abdul Wahab Khalaf mensyaratkah haul tetapi terhitung dari awal dan
akhir harta itu diperoleh, kemudian pada masa setahun tersebut harta
dijumlahkan dan kalau sudah sampai nisabnya maka wajib mengeluarkan zakat.
3.
Pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz dan
ulama modern seperti Yusuf Qardhawi tidak mensyaratkan haul, tetapi zakat
dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta tersebut. Mereka
mengqiyaskan dengan Zakat Pertanian yang
dibayar pada setiap waktu panen. (haul:lama pengendapan harta).[12]
Hal ini berdasarkan Q.S Al-An’am ayat 141:
(#qè?#uäur ¼çm¤)ym uQöqt ¾ÍnÏ$|Áym ( wur (#þqèùÎô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) w =Ïtä úüÏùÎô£ßJø9$# ÇÊÍÊÈ
“dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir
miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang yang berlebih-lebihan”.
E.
Persentase
Volume Zakat Profesi
Persentase
yang dikeluarkan dari pendapatan hasil kerja profesi relatif , dengan ketentuan
sebagai berikut:
1.
Untuk zakat pendapatan aktif volume persentase
zakat yang dikeluarkan adalah 2,5 % dari sisa aset simpanan dan telah mencapai
nisab pada akhir masa haul.
2.
Untuk zakat
pendapatan pasif dari hasil kerja profesi persentase zakat yang
dikeluarkan adalah 10% dari hasil total pendapatan kotor atau 5% dari
pendapatan bersih setelah dipotong pengeluaran untuk kebutuhan primer dan
operasional.[13]
Karena
profesi itu sendiri bermacam-macam bentuk, jenis dan perolehan uangnya untuk
tetap memakai kedua macam standar nisab zakat tersebut dalam menentukan nishab
zakat profesi, dengan perimbangan sebagai berikut:
1)
Untuk jenis-jenis profesi berupa bayaran atas keahlian, seperti
dokter spesialis, akuntan, advokat, kontraktor, arsitek, dan profesi-profesi
yang sejenis dengan itu, termasuk juga pejabat tinggi negara, guru besar, dan
yang sejajar dengannya, nishab zakatnya disamakan dengan zakat hasil pertanian,
yakni senilai kurang lebih 750 kg beras (5 wasaq). Meskipun kelihatannya
pekerjaan tersebut bukan usaha yang memakai modal, namun ia sebenarnya tetap
memakai modal, yaitu untuk peralatan kerja, transportasi, sarana komunikasi
seperti telepon, rekening listrik, dan lain-lain, zakatnya di kiaskan atau
disamakan dengan zakat hasil pertanian yang memakai modal, yakni 5%, dan
dikeluarkan ketika menerima bayaran tersebut. Ini sama dengan zakat pertanian yang menggunakan biaya irigasi (bukan tadah
hujan).
2)
Bagi kalangan profesional yang bekerja untuk pemerintah
misalnya, atau badan-badan swasta yang gajinya tidak mencapai nishab pertanian
sebagaimana yang dikemukakan di atas, sebutlah guru misalnya, atau dokter yang
bekerja di rumah sakit, atau orang-orang yang bekerja untuk suatu perusahaan
angkutan. Zakatnya disamakan dengan zakat emas dan perak
yakni 93,6 gram (sekitar Rp. 8.424.000, jika diperkirakan harga per gram emas
sekarang 90.000) maka nilai nishab emas adalah Rp. Rp. 8.424.000, dengan kadar
zakat 2,5%. Jika pada akhir tahun jumlah mencapai satu nisab, dikeluarkan
zakatnya 2,5%,
setelah dikeluarkan biaya pokok dari yang bersangkutan dan biaya keluarganya.[14]
F.
Faedah dan Hikmah Zakat
Hikmah zakat bisa ditelaah dari 2 aspek, diantaranya:
1.
Faedah Diniyah (segi agama)
a)
Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari
rukun Islam yang mengantarkan seorang hamba kepada kebhagiaan dan keselamatan
dunia dan akhirat.
b)
Merupakan sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan
diri) kepada Tuhannya, dan bertambahnya keimanan karena keberadaannya yang
memuat beberapa macam ketaatan.
c)
Orang yang membayar zakat akan mendapatkan pahala yang
besar lagi berlipat ganda, sebagaimana firman Allah QS: Al
Baqarah: 276
ß,ysôJt ª!$# (#4qt/Ìh9$# Î/öãur ÏM»s%y¢Á9$# 3 ª!$#ur w =Åsã ¨@ä. A$¤ÿx. ?LìÏOr& ÇËÐÏÈ
“Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.[15]
dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu
berbuat dosa.[16]
Dalam sebuah hadits yang muttafaq ‘alaih Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam juga menjelaskan bahwa sedekah dari harta yang
baik akan ditumbuhkan kembangkan oleh dengan berlipat ganda.
d)
Zakat merupakan sarana penghapus dosa, seperti
yang pernah disabdakan Rasulullah SAW.
2.
Faedah Khuluqiyah (segi akhlak)
a)
Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan
kelapangan dada kepada pribadi pembayar zakat.
b)
Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat
rahmah (belas kasih) dan lembut kepada
saudaranya yang tidak punya.
c)
Merupakan realita bahwa menyumbangkan sesuatu
yang bermanfaat baik berupa harta maupun raga bagi kaum Muslimin akan
melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab sudah pasti ia akan menjadi orang
yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat pengorbanannya.
Adapun hikmah melaksanakan ibadah zakat antara lain:
1)
Mendidik jiwa manusia senang berkorban dan membersihkan
jiwa dari sifat-sifat kikir dan bakhil.
2)
Zakat mengandung arti rasa persamaan yang memikirkan
nasib manusia dalam suasana persaudaraan.
3)
Zakat memberi arti bahwa manusia bukan itu hidup bukan
untuk dirinya sendiri, sifat mementingkan diri sendiri harus disingkirkan dari
masyarakat Islam.
4)
Seorang muslim harus mempunyai sifat-sifat baik dalam
kehidupan bermasyarakat seperti murah hati, penderma dan penyayang.
5)
Zakat dapat menjaga timbulnya rasa dengki, iri hati dan
menghilangkan jurang pemisah antara si miskin dan si kaya.
6)
Zakat bersifat sosialistis, karena meringankan beban
fakir miskin dan meratakan nikmat Alah SWT yang telah diberikan kepada manusia.[18]
KESIMPULAN
o
Profesi dalam Islam dikenal dengan istilah al-kasb, sedangkan
zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab.
o
Landasan hukum zakat profesi antara lain
surat At-Taubah: 103, Al-Baqarah: 267, dan juga
firman-Nya dalam Adz-Dzaariyat: 19. Dan hadits yang diriwayatkan
dari Aisah anak perempuan dari Qudamah bin Madz’uun.
o Kemungkinan dalam
menentukan nishab, kadar, dan waktu mengeluarkan zakat profesi. Hal ini
tergantung pada qiyas (analogi) yang dilakukan.
o Terjadi perbedaan mengenai
waktu pengeluaran zakat profesi, baik dari Imam al-Arba’ah (Imam yang empat)
maupun dari ulama-ulama kontemporer seperti Muhammad Abu zahrah, Abdul Wahab
Khalaf dan Yusuf Qardhawi.
o
Di dalam pelaksanaan ibadah zakat terdapat hikmah dan
faedah tersendiri khususnya bagi pelaku zakat tersebut.
[1] Muhammad Hadi, Problematika Zakat
Profesi dan Solusinya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 53.
[14]......, http://www.portalinfaq.org/g02x01_article_view.php?article_id=33, tanggal 27 April 2012.
[15] yang dimaksud
dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya.
dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang
Telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya.
[16] maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan
tetap melakukannya.