Selasa, 08 Mei 2012

Kontroversi Zakat Profesi


PENDAHULUAN
Zakat adalah bagian dari harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula. Prinsip dari zakat ini antara lain keyakinan keagamaan menyatakan bahwa orang yang membayar zakat yakin pembayaran tersebut merupakan salah satu manifestasi keyakinan agama, pemerataan dan keadilan bagi umat manusia. Produktifitas dan kematangan menekankan bahwa zakat memang harus dibayar karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu pula. Nalar, prinsip etik dan kewajaran menyatakan bahwa zakat tidak akan diminta secara semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkannya.
Berbeda dengan sumber pendapatan dari pertanian, peternakan dan perdagangan, sumber pendapatan dari profesi tidak banyak dikenal di masa generasi terdahulu. Oleh karena itu pembahasan mengenai tipe zakat profesi tidak dapat dijumpai dengan tingkat kedetilan yang setara dengan tipe zakat yang lain. Namun bukan berarti pendapatan dari hasil profesi terbebas dari zakat, karena zakat secara hakikatnya adalah pungutan terhadap kekayaan golongan yang memiliki kelebihan harta untuk diberikan kepada golongan yang membutuhkan.
Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khazanah keilmuan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan zakat. Sekalipun hukum mengenai zakat profesi ini masih menjadi kontroversi dan belum begitu diketahui oleh masyarakat muslim pada umumnya dan kalangan profesional muslim, namun kesadaran dan semangat untuk menyisihkan sebagian penghasilan sebagai zakat yang diyakininya sebagai kewajiban agama yang harus dikeluarkannya cukup tinggi. Oleh karena itu di dalam makalah kami ini akan memaparkan sedikit temuan kami dari beberapa referensi tentang zakat profesi.




PEMBAHASAN
A.      Pengertian Zakat Profesi
Profesi dalam Islam dikenal dengan istilah al-kasb, yaitu harta yang diperoleh melalui berbagai usaha, baik melalui kekuatan fisik, akal pikiran, maupun jasa. Definisi lain yang lebih populer dalam bahasa Arab yakni mihnah (profesi) dan hirfah (wiraswata).[1] Zakat Profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab.[2]
Pendapatan profesi adalah buah dari hasil kerja menguras otak dan keringat yang dilakukan oleh setiap orang. Contoh dari pendapatan kerja profesi adalah gaji, upah, insentif, nama lainnya disesuaikan dengan jenis profesi yang dikerjakan, baik itu pekerjaan yang mengandalkan kemampuan otak atau kemampuan fisik dan lainnya.[3]
Menurut Dr. Yusuf Qardawi pekerjaan yang menghasilkan pendapatan itu ada dua macam: Pertama, pekerjaan yang dihasilkan sendiri tanpa tergantung pada orang lain, berkat kecekatan tangan ataupun otak. Kedua, pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat pihak lain, baik pemerintah maupun perorangan dengan memperoleh upah yang diberikan dengan tangan, otak ataupun keduanya.[4]
Penghasilan atau pendapatan semacam ini dalam istilah fiqh dikatakan sebagai al-maal al-mustafaad (harta yang bermanfaat). Sementara itu, fatwa ulama yang dihasilkan pada waktu Muktamar Internasional Pertama tentang Zakat di Kuwait pada tanggal 29 Rajab 1404 H yang bertepatan dengan tanggal 30 April 1984 M, berkesimpulan bahwa salah satu kegiatan yang menghasilkan kekuatan bagi manusia sekarang adalah kegiatan profesi yang menghasilkan amal yang bermanfaat, baik yang dilakukan sendiri, seperti kegiatan dokter, arsitek, dan yang lainnya, maupun dilakukan secara bersama-sama, seperti para pegawai atau karyawan.[5]
B.       Ruang Lingkup Kategori Aset Wajib Zakat Profesi
Ruang lingkup zakat profesi adalah seluruh pendapatan yang dihasilkan seseorang yang biasanya dalam bentuk gaji, upah, honor, dan nama lainnya (aktif income) yang sejenis sepanjang pendapatan tersebut tidak merupakan suatu pengembalian dari harta, investasi, atau modal.
Pendapatan yang dihasilkan dari kerja profesi tertentu (pasif income) seperti dokter, pengacara, akuntan, dan lain sebagainya masuk dalam ruang lingkup zakat ini sepanjang unsur kerja mempunyai peranan yang paling mendasar dalam menghasilkan pendapatan tersebut.[6]
C.      Landasan Hukum Kewajiban Zakat Profesi
Semua penghasilan melalui kegiatan tersebut, apabila telah mencapai nishab, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini berdasarkan nash-nash al-Quran yang bersifat umum, misalnya firman Allah SWT. dalam surat At-Taubah: 103, Al-Baqarah: 267, dan juga firman-Nya dalam Adz-Dzaariyat: 19.
1.      Q.S. At-Taubah 103 :
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”.
2.        Q.S. Al-Baqarah 267 :
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB óOçFö;|¡Ÿ2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( Ÿwur (#qßJ£Jus? y]ŠÎ7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmƒÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îŠÏJym ÇËÏÐÈ
”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
3.        Adz-Dzaariyat 19 :
þÎûur öNÎgÏ9ºuqøBr& A,ym È@ͬ!$¡¡=Ïj9 ÏQrãóspRùQ$#ur ÇÊÒÈ
”Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian”.[7]
Dalam suatu riwayat para Khulafa al-Rasyidin, juga mewajibkan zakat profesi, Abu Ubaid berkata: diriwayatkan dari Aisah anak perempuan dari Qudamah bin Madz’uun: khalifah Utsman bin Affan r.a mengatakan ketika memberikan gaji kepada ayahku:
Apabila kamu telah memiliki harta yang telah mencukupi kewajiban mengeluarkan zakat, maka gajimu akan kupotong sebagian untuk zakat”.[8]
Dari beberapa firman dan hadist di atas dapat disimpulkan, bahwa semua harta yang dimiliki dan semua penghasilan yang didapatkan jika telah memenuhi persyaratan kewajiban zakat. Maka harus  dikeluarkan zakatnya termasuk zakat profesi.
Penghasilan profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, wiraswasta, dan lain lain) merupakan sumber pendapatan (kasb) yang tidak banyak dikenal di masa generasi terdahulu, oleh karenanya bentuk kasab ini tidak banyak dibahas, khususnya yang berkaitan dengan "zakat". Lain halnya dengan bentuk kasb yang lebih populer saat itu, seperti pertanian, peternakan dan perniagaan, mendapatkan porsi pembahasan yang sangat memadai dan detail. Meskipun demikian bukan berarti harta yang didapatkan dari hasil profesi tersebut bebas dari zakat, sebab zakat pada dasarnya atau hakekatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin di antara mereka (sesuai dengan ketentuan syara').
Dengan demikian apabila seseorang dengan penghasilan profesinya ia menjadi kaya, maka wajib atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup (dan keluarganya), maka ia menjadi mustahiq (penerima zakat). Sedang jika hasilnya hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni, papan, sandang, pangan dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.[9]
D.      Nisab, Waktu, Kadar, dan Cara Mengeluarkan Zakat Profesi
Zakat gaji, upah, honor, dan lainnya serta pendapatan kerja profesi tidak wajib dikeluarkan zakatnya kecuali telah melampaui batas ketentuan nisab. Para ahli kontemporer berpendapat bahwa nisab zakat profesi di qiyas kan dengan nisab kategori aset wajib zakat keuangan yaitu 85 gram emas atau 200 dirham perak dan dengan syarat kepemilikannya telah melampaui kesempurnaan masa haul.[10]
Terdapat beberapa kemungkinan dalam menentukan nishab, kadar, dan waktu mengeluarkan zakat profesi. Hal ini tergantung pada qiyas (analogi)  yang dilakukan:
1.        Jika dianalogikan pada zakat perdagangan, maka nishab, kadar, dan waktu mengeluarkannya sama dengan zakat emas dan perak. Nishabnya senilai 85 gram emas, kadar zakatnya 2,5 persen dan waktu mengeluarkannya setahun sekali, setelah dikurangi kebutuhan pokok.
Cara menghitung misalnya : jika si A berpenghasilan Rp 5.000.000,00 setiap bulan dan kebutuhan pokok perbulannya sebesar Rp 3.000.000,00 maka besar zakat yang dikeluarkan adalah 2,5 % x 12 x Rp 2.000.000,00 atau sebesar Rp 600.000,00 pertahun /Rp 50.000,00 perbulan.
2.        Jika dianalogikan pada zakat pertanian, maka nishabnya senilai 653 kg padi atau gandum, kadar zakatnya sebesar lima persen dan dikeluarkan pada setiap mendapatkan gaji atau penghasilan. Misalnya sebulan sekali.
Cara menghitungnya contoh kasus di atas, maka kewajiban zakat si A adalah sebesar 5% x 12 x Rp 2.000.000,00 atau sebesar Rp 1.200.000,00 pertahun / Rp 100.000,00 perbulan.
3.        Jika dianalogikan pada zakat rikaz, maka zakatnya sebesar 20 persen tanpa ada nishab, dan dikeluarkan pada saat menerimanya.[11]
Cara menghitungnya  contoh kasus di atas, maka si A mempunyai kewajiban berzakat sebesar 20 % x Rp 5.000.000,00 atau sebesar Rp 1.000.000,00 setiap bulan.
Mengenai waktu pengeluaran zakat profesi ini beberapa ulama berbeda pendapat sebagai berikut:  
1.        Pendapat As-Syafi'i dan Ahmad mensyaratkan haul (sudah cukup setahun) terhitung dari kekayaan itu didapat.
2.        Pendapat Abu Hanifah, Malik dan ulama modern, seperti Muhammad Abu Zahrah dan Abdul Wahab Khalaf mensyaratkah haul tetapi terhitung dari awal dan akhir harta itu diperoleh, kemudian pada masa setahun tersebut harta dijumlahkan dan kalau sudah sampai nisabnya maka wajib mengeluarkan zakat.
3.        Pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz dan ulama modern seperti Yusuf Qardhawi tidak mensyaratkan haul, tetapi zakat dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta tersebut. Mereka mengqiyaskan dengan Zakat Pertanian yang dibayar pada setiap waktu panen. (haul:lama pengendapan harta).[12]
Hal ini berdasarkan Q.S Al-An’am ayat 141:
(#qè?#uäur ¼çm¤)ym uQöqtƒ ¾ÍnÏŠ$|Áym ( Ÿwur (#þqèùÎŽô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) Ÿw =Ïtä šúüÏùÎŽô£ßJø9$# ÇÊÍÊÈ
“dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”.
E.       Persentase Volume Zakat Profesi
Persentase yang dikeluarkan dari pendapatan hasil kerja profesi relatif , dengan ketentuan sebagai berikut:
1.        Untuk zakat pendapatan aktif volume persentase zakat yang dikeluarkan adalah 2,5 % dari sisa aset simpanan dan telah mencapai nisab pada akhir masa haul.
2.        Untuk zakat  pendapatan pasif dari hasil kerja profesi persentase zakat yang dikeluarkan adalah 10% dari hasil total pendapatan kotor atau 5% dari pendapatan bersih setelah dipotong pengeluaran untuk kebutuhan primer dan operasional.[13]
Karena profesi itu sendiri bermacam-macam bentuk, jenis dan perolehan uangnya untuk tetap memakai kedua macam standar nisab zakat tersebut dalam menentukan nishab zakat profesi, dengan perimbangan sebagai berikut:
1)        Untuk jenis-jenis profesi berupa bayaran atas keahlian, seperti dokter spesialis, akuntan, advokat, kontraktor, arsitek, dan profesi-profesi yang sejenis dengan itu, termasuk juga pejabat tinggi negara, guru besar, dan yang sejajar dengannya, nishab zakatnya disamakan dengan zakat hasil pertanian, yakni senilai kurang lebih 750 kg beras (5 wasaq). Meskipun kelihatannya pekerjaan tersebut bukan usaha yang memakai modal, namun ia sebenarnya tetap memakai modal, yaitu untuk peralatan kerja, transportasi, sarana komunikasi seperti telepon, rekening listrik, dan lain-lain, zakatnya di kiaskan atau disamakan dengan zakat hasil pertanian yang memakai modal, yakni 5%, dan dikeluarkan ketika menerima bayaran tersebut. Ini sama dengan zakat pertanian  yang menggunakan biaya irigasi (bukan tadah hujan).
2)        Bagi kalangan profesional yang bekerja untuk pemerintah misalnya, atau badan-badan swasta yang gajinya tidak mencapai nishab pertanian sebagaimana yang dikemukakan di atas, sebutlah guru misalnya, atau dokter yang bekerja di rumah sakit, atau orang-orang yang bekerja untuk suatu perusahaan angkutan. Zakatnya disamakan dengan zakat emas dan perak yakni 93,6 gram (sekitar Rp. 8.424.000, jika diperkirakan harga per gram emas sekarang 90.000) maka nilai nishab emas adalah Rp. Rp. 8.424.000, dengan kadar zakat 2,5%. Jika pada akhir tahun jumlah mencapai satu nisab, dikeluarkan zakatnya 2,5%, setelah dikeluarkan biaya pokok dari yang bersangkutan dan biaya keluarganya.[14]
F.       Faedah dan Hikmah Zakat
Hikmah zakat bisa ditelaah dari 2 aspek, diantaranya:
1.         Faedah Diniyah (segi agama)
a)         Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari rukun Islam yang mengantarkan seorang hamba kepada kebhagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
b)        Merupakan sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Tuhannya, dan bertambahnya keimanan karena keberadaannya yang memuat beberapa macam ketaatan.
c)         Orang yang membayar zakat akan mendapatkan pahala yang besar lagi berlipat ganda, sebagaimana firman Allah QS: Al Baqarah: 276
ß,ysôJtƒ ª!$# (#4qt/Ìh9$# Î/öãƒur ÏM»s%y¢Á9$# 3 ª!$#ur Ÿw =Åsム¨@ä. A$¤ÿx. ?LìÏOr& ÇËÐÏÈ
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.[15] dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.[16]
Dalam sebuah hadits yang muttafaq ‘alaih Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam juga menjelaskan bahwa sedekah dari harta yang baik akan ditumbuhkan kembangkan oleh dengan berlipat ganda.
d)        Zakat merupakan sarana penghapus dosa, seperti yang pernah disabdakan Rasulullah SAW.
2.         Faedah Khuluqiyah (segi akhlak)
a)         Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar zakat.
b)        Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah (belas kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya.
c)         Merupakan realita bahwa menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat baik berupa harta maupun raga bagi kaum Muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab sudah pasti ia akan menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat pengorbanannya.
d)        Di dalam ibadah zakat terdapat unsur penyucian terhadap akhlak manusia.[17]
Adapun hikmah melaksanakan ibadah zakat antara lain:
1)        Mendidik jiwa manusia senang berkorban dan membersihkan jiwa dari sifat-sifat kikir dan bakhil.
2)        Zakat mengandung arti rasa persamaan yang memikirkan nasib manusia dalam suasana persaudaraan.
3)        Zakat memberi arti bahwa manusia bukan itu hidup bukan untuk dirinya sendiri, sifat mementingkan diri sendiri harus disingkirkan dari masyarakat Islam.
4)        Seorang muslim harus mempunyai sifat-sifat baik dalam kehidupan bermasyarakat seperti murah hati, penderma dan penyayang.
5)        Zakat dapat menjaga timbulnya rasa dengki, iri hati dan menghilangkan jurang pemisah antara si miskin dan si kaya.
6)        Zakat bersifat sosialistis, karena meringankan beban fakir miskin dan meratakan nikmat Alah SWT yang telah diberikan kepada manusia.[18]






KESIMPULAN
o    Profesi dalam Islam dikenal dengan istilah al-kasb, sedangkan zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab.
o    Landasan hukum zakat profesi antara lain surat At-Taubah: 103, Al-Baqarah: 267, dan juga firman-Nya dalam Adz-Dzaariyat: 19. Dan hadits yang diriwayatkan dari Aisah anak perempuan dari Qudamah bin Madz’uun.
o    Kemungkinan dalam menentukan nishab, kadar, dan waktu mengeluarkan zakat profesi. Hal ini tergantung pada qiyas (analogi) yang dilakukan.
o    Terjadi perbedaan mengenai waktu pengeluaran zakat profesi, baik dari Imam al-Arba’ah (Imam yang empat) maupun dari ulama-ulama kontemporer seperti Muhammad Abu zahrah, Abdul Wahab Khalaf dan Yusuf Qardhawi.
o    Di dalam pelaksanaan ibadah zakat terdapat hikmah dan faedah tersendiri khususnya bagi pelaku zakat tersebut.
























[1] Muhammad Hadi, Problematika Zakat Profesi dan Solusinya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 53.
[2] ......., http://id.wikipedia.org/wiki/Zakat_Profesi, diakses tanggal 27 April 2012.
[3] Muhammad Arief Mufraini,.Akuntansi dan Manajemen Zakat  (Jakarta: Kencana, 2006), 78.
[4] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat (Jakarta: Litera Antar Nusa, 2007), 459.
[5] Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), 93-94.
[6] Muhammad Arief Mufraini,.Akuntansi dan Manajemen Zakat , 79.
[7]Orang miskin yang tidak mendapat bagian maksudnya ialah orang miskin yang tidak meminta-minta.
[8] Muhammad Arief Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat, 78.
[9] ....., http://www.pkpu.or.id/panduan.php?id=3, diakses  tanggal 27 April 2012.
[10] Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, 94.
[11] Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern., 96-97.
[12]......., http://id.wikipedia.org/wiki/Zakat_Profesi, diakses tanggal 27 April 2012.
[13] Muhammad Arief Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat,  81.
[15] yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang Telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya.
[16] maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya.
[17] Rifa’i, Mohamad, Ilmu Fiqh Islam Lengkap, (Semarang:  PT Karya Toha Putra, 1978), 50-52.
[18] Rifa’i, Mohamad, Ilmu Fiqh Islam Lengkap, (Semarang:  PT Karya Toha Putra, 1978), 59-60.