PENDAHULUAN
Orang Yunani yang hidup pada abad ke-6 SM mempunyai sistem kepercayaan,
bahwa segala sesuatunya harus diterima sebagai suatu kebenaran yang bersumber
pada mitos atau dongeng-dongeng. Artinya, suatu kebenaran lewat akal pikir
(logos) tidak berlaku, yang berlaku hanya suatu kebenaran yang bersumber pada
mitos (dongeng-dongeng).
Setelah pada abad ke-6 SM muncul, sejumlah ahli pikir yang menentang
adanya mitos. Mereka menginginkan pertanyaan tentang misteri alam semesta ini
jawabannya dapat diterima akal (rasional). Keadaan yang demikian ini sebagai
suatu demitologi, artinya suatu kebangkitan pemikiran untuk menggunakan
akal-pikir dan meninggalkan hal-hal yang sifatnya mitologi.
Upaya para ahli pikir untuk mengarahkan pada suatu kebebasan berpikir ini
menyebabkan banyak orang yang mencoba membuat suatu konsep yang dilandasi
kekuatan akal pikir secara murni. Maka, timbullah peristiwa ajaib The Greek
Miracle, yang nantinya dapat dijadikan sebagai landasan peradaban dunia.
Pengertian filsafat pada saat itu masih berwujud ilmu pengetahuan yang
masih global, sehingga nantinya satu demi satu berkembang dan memisahkan diri
menjadi pengetahuan yang berdiri sendiri. Zaman Yunani sendiri terbagi menjadi
dua periode, yaitu periode Yunani Kuno dan periode Yunani Klasik. Periode
Yunani Kuno diisi oleh ahli pikir alam (Thales, Anaximandros, Pythagoras,
Xenophanes, dan Democritos. Sedangkan pada periode Yunani Klasik diisi oleh
ahli pikir seperti Socrates, Plato, Aristoteles.
Dan pada makalah kali ini, kita semua akan membahas tentang seorang ahli
pikir yang sangat terkenal di kalangan ahli filsafat dan juga termasuk dalam
kategori ahli pikir pada Periode Yunani Klasik yaitu Plato.
PEMBAHASAN
A. Biografi Plato
Tempat dan tahun kelahiran Plato yang sesungguhnya tidak diketahui dengan
pasti. Ada yang mengatakan Plato lahir di Athena, ada juga yang mengatakan ia
lahir di pulau Aegina. Demikian juga dengan tahun kelahirannya, ada yang mengatakan
ia lahir tahun 428 SM, ada juga yang mengatakan ia lahir tahun 427 SM. Yang
pasti ialah, Plato lahir dalam suatu keluarga Aristokrat Athena yang turun-temurun
memiliki peranan yang amat penting dalam kehidupan politik di Athena.
Ayahnya bernama Ariston, keturunan raja Krodus, raja terakhir Athena yang
hidup sekitar abad 1068 SM dan sangat dikagumi rakyatnya dikarenakan kecakapan
dan kebijaksanannya memerintah Athena. Ibunya bernama Periktione, keturunan
Solon, tokoh legendaris dan negarawan agung Athena yang hidup sekitar seratus
lebih awal dari Periktione.
Nama Plato yang sebenarnya ialah Aristokles. Karena dahi dan bahunya yang
amat lebar, ia memperoleh julukan “Plato” tersebut dari seorang pelatih
senamnya. Plato dalam bahasa Yunani berasal dari kata benda “platos” (“kelebarannya”/”lebarnya”).
Julukan yang diberikan oleh pelatih senamnya itu begitu cepat populer dan
menjadi panggilannya sehari-hari, bahkan kemudian menjadi nama resmi yang
diabadikannya lewat seluruh karyanya.[1]
Plato adalah pengikut Socrates yang taat di antara para
pengikut-pengikutnya yang mempunyai pengaruh besar. Selain dikenal sebagai ahli
pikir, ia juga dikenal sebagai sastrawan yang terkenal. Tulisannya sangat
banyak, sehingga keterangan tentang dirinya dapat diperoleh secara maksimal.
Sebagai titik tolak pemikiran filsafatnya, ia mencoba menyelesaikan
permasalahan lama: mana yang benar antara yang berubah-ubah (Heraclitos) atau
yang tetap (Parmenides). Mana yang benar antara pengetahuan lewat indra dengan
pengetahuan lewat akal. Pengetahuan yang diperoleh lewat indra disebut
pengetahuan indra atau pengetahuan pengalaman, dan pengetahuan tersebut
bersifat tidak tetap atau berubah-ubah. Sedangkan pengetahuan lewat akal
disebut pengetahuan akal dan bersifat tetap atau tidak berubah-ubah.[2]
B.
Filsafat Plato
1)
Pengertian Filsafat
Filsafat sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yaitu
“Philosophia”. Kemudian dari kata ini banyak di peroleh
pengertian-pengertian filsafat, baik dalam segi pengertian secara etimologi
maupun secara menyeluruh dalam kandungannya.
Beberapa ahli
filsafat mendefinisikan tentang filsafat:
a.
Menurut Aristoteles
filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di
dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan
estetika. Dia juga
berpendapat bahwa filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segala benda.
b.
Menurut Cicero filsafat adalah pengetahuan tentang
sesuatu yang maha agung dan usaha-usaha mencapai hal tersebut.
c.
Menurut Plato filsafat ialah
pengetahuan tentang segala yang ada, serta pengetahuan yang berminat mencapai
kebenaran yang asli.[3]
2)
Sumber-sumber Filsafat Plato
Guru filsafat yang amat dikagumi, dihormati, dan
dicintai plato ialah Socrates. Bagi Plato, Socrates adalah guru
dan sahabat, “the noblest and the wisest and most just” (yang paling
mulia dan paling bijaksana dan yang paling tulus). Ungkapan itu menunjukkan
bahwa Socrates memiliki tempat yang paling khusus dalam kehidupan Plato dan hal
itu nampak jelas lewat karya-karya filsafatnya. Hampir seluruh karya filsafat Plato menggunakan “metode sokratik”,
yaitu metode yang dikembangkan oleh Socrates yang dikenal juga dengan nama “metode
dialektis” atau yang sering kali juga disebut “elenkhus”.
Metode itu terwujud ke dalam suatu bentuk tanya jawab atau dialog sebagai suatu
upaya untuk meraih kebenaran dan pengetahuan. Plato berhasil menyempurnakan
metode sokratik dengan menuliskan dialog-dialognya ke dalam suatu bentuk
kesastraan yang mampu mempesona begitu banyak orang dari abad ke abad. Dalam
hampir semua dialog Plato, peran
Socrates
senantiasa ditempatkannya sebagai pelaku utama. Lewat seluruh karya filsafatnya,
Plato seolah-seolah
hendak mengabdikan nama gurunya yang amat dikagumi, dihormati dan dicintainya
itu.
Kendati demikian, tidak
berarti Plato semata-mata hanya mewarisi filsafat Socrates. Memang dari
Socrates, Plato mengenal nilai-nilai kesusilaan yang menjadi norma-norma dalam
diri dan kehidupan manusia, tetapi filsafat Plato tidak hanya tertuju pada
persoalan manusia dan etika saja. Lewat filsafat, Plato ingin mengetahui segala sesuatu serta menetapkan hakikat dari segala sesuatu itu.
Filsafat Plato
tidak hanya dipengaruhi oleh
faham Socrates
tetapi juga dipengaruhi oleh filusuf sebelumnya yang dikenal sebagai filusuf pra-sokratik. Sebelum
Plato menjadi murid Socrates, Plato
pernah belajar filsafat dari Kratylos.
Kratylos adalah murid Herakleitos, si gelap (ho skoteinos), yang meraih gelar demikian itu oleh karena
filsafatnya sulit difaham. Herakleitos mengajarkan bahwa segala sesuatu
senantiasa bergerak dan berubah. Plato membenarkan pemikiran mereka itu hanya
berlaku dalam hal yang inderwi semata-mata.
Plato pun mengenal ajaran Parmenides
yang bertolak belakang dengan pemikiran Herakleitos. Bagi Parmenides “yang
ada itu
ada” dan
“yang
tidak ada itu tidak ada”. Permenides mengatakan tidak ada yang
bergerak, tidak ada yang berubah, tidak ada yang mengalir dan berlalu serta
meniadakan. Plato
mengakui kebenaran Parmenides, namun kebenaran ajaran Parmenides itu tidak
berlaku di dunia inderawi.
Plato juga
mengetahui dengan baik ajaran Orphisme atau yang sering disebut
sebagai Mysteri Orphik, yakni suatu geraّkan agamis dan
falsafi yang tersebar di Yunani pada awal abad ke-6 SM dan yang begitu
mempengaruhi serta menarik perhatian para penganut Pythagoreanisme di Italia
Selatan. Orphisme mengajarkan dualisme tubuh adalah tugas
manusia. Jiwa terpenjara
dalam tubuh dan tugas manusia adalah membebaskan jiwa dari penjara tubuh itu. Untuk
pembebasan jiwa itu hanya mungkin tercapai lewat upacara kudus.[4]
3)
Faham Idealisme
a.
Definisi Idealisme
Kata idealis dalam
filsafat mempunyai arti yang sangat berbeda dari arti yang biasa dipakai dalam
sehari-hari. Kata idealis itu berarti:
(1)
Seseorang yang menerima ukuran moral yang tinggi,
estetika dan agama serta menghayatinya.
(2)
Orang yang dapat melukiskan dan menganjurkan suatu
rencana atau progam yang belum ada.
W.E. Hocking
seorang idealis mengatakan bahwa kata-kata “idea-ism” lebih tepat
daripada idealism. Secara ringkas faham idealisme mengatakan bahwa realitas
terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal (mind) atau jiwa (selves),
bukan benda material dan kekuatan. Idealisme menekankan mind sebagai hal
yang lebih dahulu (primer) daripada materi. Sebaliknya Materialisme mengatakan
bahwa materi itulah yang riil (nyata) dan akal hanyalah fenomena yang
menyertainya; idealisme mengatakan bahwa akal itulah yang riil dan materi
hanyalah merupakan produk sampingan.
b.
Jenis-jenis Idealisme
1)
Idealisme Subjektif- Immaterialisme
Idealisme jenis ini
kadang-kadang dinamakan mentalisme atau fenomenalisme. Seorang idealis
subjektif akan mengatakan bahwa akal, jiwa dan persepsi-persepsinya atau
ide-idenya merupakan segala yang ada. “Objek” pengalaman bukanlah benda
material; objek pengalaman adalah persepsi. Oleh karena itu benda-benda seperti
bangunan dan pepohonan itu ada, akana tetapi hanya ada dalam akan
mempersepsikannya.
2)
Idealisme Objektif
Plato adalah
seorang filosof yang pertama kali memperkenalkan faham idealisme. Plato membagi
dunia dalam dua bagian. Pertama, dunia persepsi, dunia penglihatan,
suara dan benda-benda individual. Dunia yang kongkret ini adalah temporal dan
rusak; bukan dunia yang sesungguhnya, melainkan sebagai bayangan alias
penampakan saja. Kedua, terdapat alam diatas alam benda yaitu alam konsep,
ide, universal, atau esensi yang abadi.
3)
Personalisme atau Idealisme Personal
Personalisme muncul
sebagai protes terhadap materialisme mekanik, bagi seorang personalis realitas
dasar itu bukanlah pemikiran yang abstrak atau protes pemikiran yang khusus, akan
tetapi jiwa seseorang pemikir.[5]
c.
Idealisme Plato
Seluruh filsafat Plato bertumpu pada ajarannya
tentang ide. Plato percaya bahwa ide adalah realitas yang sebenarnya dari
segala sesuatu yang ada yang dapat dikenal lewat panca indera. Pohon, bunga,
manusia, hewan, dan lain-lain sebagaimana akan mati dan berubah, tetapi ide
pohon, bunga, manusia, dan hewan, tidak akan pernah berubah. Karena ide adalah
realitas yang sebenarnya atau keberadaan ada yang sesungguhnya, maka bagi Plato
ide bukanlah sekedar gagasan atau gambaran yang hanya berada di dalam pemikiran
manusia.
Ide bukanlah sesuatu yang subjektif yang tercipta
oleh daya pikir manusia dan oleh sebab itu keberadaan ide itu lalu bergantung
pada daya pikir manusia. Sebagai realitas yang sebenarnya, bagi Plato, ide
bersifat objektif. Keberadaan ide tidak bergantung pada daya fikir manusia. Ide
itu mandiri, sempurna, abadi, dan tidak berubah-rubah.
Bagi Plato,
kenyataan yang demikian itu membuktiakan
bahwa dunia inderawi bukanlah realitas yang sebenarnya. Dunia inderawi itu
hanyalah bayangan atau gambaran yang tidak lengkap dan tidak sempurna dari
dunia ide. Contonya seperti kursi, ini beraneka ragam kursi di dunia inderawi
hanyalah bayangan yang tidak lengkap dari yang sempurna yang ada di dunia ide.
Kursi yang sempurna yang ada di dunia ide itu hanya satu, sedangkan kursi yang
ada di dunia inderawi bermacam-macam karena sebagai bayangan atau gambaran yang
tidak sempurna ia justru menggambarkan yang sempurna itu lewat aneka bentuk dan
berbagai rupa.
Plato mengakui bahwa dunia inderawi yang serba
majemuk dan adalah juga suatu realitas, namun bukanlah realitas yang
sebenarnya. Dunia inderawi hanyalah tiruan sementara dari dunia ide. Oleh sebab
itu yang paling utama bagi Plato ialah dunia ide. Tetapi itu tidak berarti
dunia inderawi harus disangkal keberadaannya. Kedua dunia itu tetap merupakan
realitas sendiri-sendiri,
meskipun yang
inderawi hanyalah merupakan tiruan dari dunia ide.
Dari uraian yang telah dipaparkan di atas, jelas
terlihat bahwa idealisme Plato berbeda dengan idealisme modern. Dunia ide bagi
Plato merupakan
suatu realitas yang objektif, karena itu idealism Plato sering disebut sebagai
idealism realitas, sedangkan idealisme modern bersifat subjektif oleh sebab itu
sering disebut idealisme subjektif.[6]
4)
Etika
Etika atau filsafat
perilaku sebagai satu cabang filsafat yang membicarakan “tindakan” manusia,
dengan penekanan yang baik dan yang buruk. Terdapat dua hal permasalahan, yaitu
yang menyangkut “tindakan” dan “baik-buruk”. Apabila permasalahan jatuh pada
“tindakan’ maka etika disebut sebagai filsafat praktis; sedangkan jatuh pada
pada ‘baik-buruk’ maka etika disebut “filsafat normatif”.[7]
Bagi Plato, tujuan
hidup manusia ialah kehidupan yang senang dan bahagia. Manusia harus mengupayakan
kesenangan dan kebahagiaan hidup itu. Tetapi apakah kesenangan dan kebahagiaan
hidup itu? Menurut Plato, kesenangan dan kebahagiaan hidup itu bukanlah pemuasan
hawa nafsu selama hidup di dunia inderawi. Plato konsekuen dengan ajaran
tentang dua dunia. Karena itu, kesenangan dan kebahagiaan hidup haruslah
dilihat dalam hubungan ke dua dunia itu.
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, dunia
yang sesungguhnya bagi plato ialah dunia ide. Semua ide dengan ide kebaikan dan
ide kebajikan sebagai ide yang tertinggi yang ada di dunia ide adalah realitas
sebenarnya. Sedangkan segala sesuatu yang ada di dunia inderawi hanyalah
merupakan realitas bayangan.
Dengan demikian
jelas terlihat bahwa etika Plato adalah etika yang didasarkan pada pengetahuan,
sedangkan pengetahuan hanya mungkin diraih dan dimiliki lewat dan oleh akal
budi, maka itulah sebabnya etika Plato disebut juga sebagai etika rasional.[8]
5)
Pemikiran Plato
a)
Agama
Pada bagian akhir buku kedua dan di awal buku ketiga Republic, Plato
secara panjang lebar memperbincangkan tentang Tuhan. Plato tidak sependapat
dengan Homeros, Hesiodos, Aeschylus, yang telah merendahkan Tuhan lewat
karya-karyanya yang sedemikian rupa dengan mengungkapkan hal-hal yang buruk dan
yang tidak pantas mengenai para allah.
Bagi Plato, tidak mungkin para allah itu saling menipu, kejam, kasar,
saling berkhianat, senang bertengkar dan lain sebagainya. Bila memang benar
demikian, maka moralitas mereka amat buruk sehingga mereka tidak pantas
diagungkan. Plato juga menolak pandangan yang mengatakan bahwa Tuhan adalah
penyebab kejahatan. Menurut Plato, sesuatu yang disebut allah itu pasti baik.
Dalam buku yang terakhir, yakni buku kesepuluh dari Republic, Plato
menunjukkan lewat suatu ilustrasi bahwa
sesungguhnya para allah itu tidak lain adalah ide-ide yang berada di
dunia ide. Plato menjelaskan pandangannya itu dengan mengatakan bahwasebenarnya
ada tiga keberadaan yang berbeda-beda. Misalnya saja tempat tidur, memiliki
tiga keberadaan ang berbeda-beda. Yang pertama ialah yang berada di dunia ide,
yang kedua ialah “ketempattiduran” (bedhood), sedangkan yang ketiga
ialah tempat tidur yang dibuat oleh tukang.
“Ketemmpattiduran” itulah yang dibuat yang dibuat oleh allah. Tempat
tidur yang dibuat oleh tukang hanyalah wujud tiruan dari ‘ketempattiduran itu,
sedangkan yang membuat atau menjadi penyebab “ketempattiduran” itu ada ialah
ide tempat tidur yang ada di dunia ide yang menjadi realitas sebenarnya.
Demikian pula dengan realitas yang lain.[9]
Plato juga mengemukakan bahwa terdapat beberapa masalah bagi manusia yang
tidak pantas apabila tidak mengetahuinya. Masalah tersebut adalah sebagai
berikut.
a.
Manusia itu mempunyai Tuhan
sebagai penciptanya.
b.
Tuhan itu mengetahui segala
sesuatu yang diperbuat oleh manusia.
c.
Tuhan hanya dapat diketahui
dengan cara negatif, tidak ada ayat, tidak ada anak dan lain-lain.
d.
Tuhanlah yang menjadikan alam
ini dari tidak mempunyai peraturan menjadi mempunyai peraturan.[10]
b)
Negara
v Pengertian dan Hakikat Negara
Definisi tentang negara berjumlah hampir sebanyak para pemikirnya, sesuai
pengertian dan pemahamannya yang tentu saja tidak terlepas dari situasi dan
kondisi serta kenyataan yang hidup disekitarnya dalam konteks sejarah dan
budayanya masing-masing.
Kata negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni state
(bahasa inggris), staat (bahasa belanda dan jerman) dan etat
(bahasa prancis). Kata state,
staat dan etat itu diambil dari kata bahasa latin status
atau statum, yang berarti keadaan yang dan tetap atau sesuatu yang
memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.
Kata statum atau status
lazim diartikan sebagai standing atau station (kedudukan).
Istilah ini dihubungkan dengan kedudukan persekutuan hidup manusia, yang sama
juga dengan istilah status civitatis atau status republicae. Dari
pengertian yang terakhir inilah kata status pada abad ke-16 dikaitkan
dengan kata negara.
Secara terminologis, negara
diartikan sebagai organisasi tertinggi diantara satu kelompok masyarakat yang
mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam suatu daerah tertrntu dan
mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Pengertian ini mengandung nilai konstruktif dari sebuah negara yang meniscayakan adanya
unsur dalam sebuah negara, yakni adanya masyarakat, adanya wilayah dan adanya
pemerintah yang berdaulat.
Menurut Roger H. Soltau,
negara didefinisikan dengan alat (agency) atau wewenang (authority)
yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama
masyarakat.
Berbeda lagi dengan pendapat Harol J. Laski, menurutnya negara
merupakan suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang
bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung dari pada induvidu atau
kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu.
Sejalan dengan Harold, Max Weber pun mendefinisikan bahwa negara
adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan
fisik secara sah dalam suatu wilayah.
Dari beberapa pendapat tentang
negara ter sebut, dapat dipahami secara sederhana bahwa yang dimaksud dengan
negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah (governed)
oleh sejumlah pejabat yang berhak menuntut dari warganegaranya untuk taat pada
peraturan perundang-undangan melalui penguasaan (kontrol) monopolitis dari
kekuasaan yang sah.[11]
v Asal Mula Negara
Sejak awal pertama kerajaan terbentuk di dunia ini dan raja bertahta di
singgasananya, manusia zaman dulu percaya bahwa negara itu diciptakan oleh para
dewa-dewi tertentu untuk melindungi, mengatur, memerintah dan menguasainya. Pada
zaman Socrates dan Plato, doktrin teokratis tentang asal mula negara yang
demikian itu telah memudar popularitasnya karena munculnya ajaran kaum Sofis.
Protagoras, kaum terkemuka kaum Sofis, mengatakan bahwa negara itu diciptakan
oleh manusia itu sendiri.
Pada mulanya manusia hidup sendiri-sendiri, namun ternyata hidup
sendiri-sendiri itu mengundang terlalu banyak gangguan dan kesulitan, terutama
gangguan kesulitan yang berasal dari luar dirinya sendiri, misalnya gangguan
binatang buas, bencana alam dan lain-lain. Menyadari kesulitan yang
dihadapinya, maka manusia mulai hidup berkelompok dan kemudian membentuk
negara.
Analisa sederhana yang dikemukakan Plato dalam konstruksi negara
idealnya, merupakan peletakkan dasar yang sangat kokoh bagi filsafat
politiknya. Dengan mengatakan bahwa negara dibentuk oleh manusia yang memiliki
begitu banyak keinginan dan kebutuhan yang hanya daat dipenuhi apabila manusia
bersatu dan bekerjasama untuk dapat saling menutupi keterbatasannya agar bisa
saling menutupi kekurangannya masing-masing.
Maka, bagi Plato, negara haruslah dilihat sebagai suatu sistem pelayanan
yang mengharuskan setiap warga negara secara bertanggung jawab saling mengisi,
saling memberi dan menerima, saling memperhatikan kebutuhan sesama warga dan
saling membangun.
v Tujuan, Tugas, dan Fungsi Negara
Bilamana Plato mengatakan bahwa asal mula negara itu terletak dalam
keinginan dan kebutuhan manusia, maka itu berarti bahwa negara dibentuk oleh
dan untuk manusia. sesuai dengan ajaran etik yang dikembangkannya, bagi Plato
tujuan negara sinkron dengan tujuan manusia yaitu: kesenangan dan kebahagiaan
warganya. Jika itu adalah tujuan suatu negara berarti tugas negara adalah
mengupayakan kesenangan dan kebahagiaan itu, dan dengan demikian fungsi negara
yang paling menonjol ialah fungsi kesejahteraan.
Bagi Plato, kesenangan dan kebahagiaan hidup itu tidak dapat direnggut
lewat pemuasan hawa nafsu selama hidup di dunia inderawi, karena apa yang ada
di dunia inderawi ini hanyalah realitas bayangan dari apa yang sesungguhnya
berada di dunia ide. Maka, apabila seseorang terpesona dan terpaku oleh
realitas bayangan lalu mengejar-ngejar realitas bayangan itu, maka ia akan
tersesat ke alam ketidaktahuan yang penuh dengan penyesalan dan kekecewaan.[12]
v Bentuk-bentuk Negara
Plato mengemukakan lima bentuk negara yang
sesuai dengan kondisi jiwa manusia, karena bagi Plato, negara dan manusia
memiliki persamaan, maka senantiasa ada kesesuaian antara manusia dan negara,
baik dalam sifat maupun kondisi dan lain sebagainya. Bentuk-bentuk negara
anatara lain: aristokrasi, timokrasi, oligarki, demokrasi, dan tirani. Dari
lima bentuk negara yang dikemukakan Plato, yang berada di urutan pertama dan
merupakan bentuk negara yang terbaik ialah aristokrasi.
Pemerintahan negara aristokratik berada di
tangan para cendekiawan yang dikatakan
Plato sebagai orang-orang terbaik, yang penuh dengan kebajikan dan kebaikan
serta keadilan. Para cendikiawan itu memerintah dengan bijaksana, senantiasa
berorientasi pada kepentingan bersama agar keadilan, kebajikan, dan kebaikan
dapat dinikmati secara merata oleh seluruh warga negara.
v Negara Menurut Plato
Sebagai puncak pemikiran filsafat Plato adalah pemikirannya tentang
negara, yang tertera dalam Polites dan Nomoi. Pemikirannya tentang negara ini
sebagai upaya Plato untuk memperbaiki keadaan negara yang dirasakan buruk.
Konsepnya tentang negara di dalamnya terkait etika dan teorinya tentang negara.
Konsepnya tentang etika sama seperti Scorates, yaitu bahwa tujuan hidup manusia
adalah hidup yang baik (eudaimonia atau well-being).
Akan tetapi untuk hidup yang baik, tidak mungkin dilakukan tanpa di dalam
polis (negara). Alasannya, karena manusia menurut kodratnya merupakan makhluk
sosial dan kodratnya di dalam polis (negara). Maka, untuk hidup yang baik,
dituntut adanya negara yang baik. Sebaliknya, negara yang jelek atau buruk
tidak mungkkin menjadikan warga negaranya hidup dengan baik.
Menurut Plato, di dalam negara yang ideal terdapat tiga golongan berikut;
a.
Golongan yang tertiggi, terdiri
dari orang-orang yang memerintah (para penjaga, para filusuf).
b.
Golongan pembantu, terdiri dari
para prajurit, yang berfungsi untuk menjaga keamanan negara dan menjaga
ketaatan para warganya.
c.
Golongan rakyat biasa, terdiri
dari petani, pedagang, tukang, yang bertugas untuk memikul ekonomi negara.[13]
6. Tiga Gelombang Pemikiran Plato
Pemikiran yang dikembangkan Plato dalam upayanya membangun suatu negara
ideal yang bebas dari segala kebobrokan, kekacauan, dan kebejatan pada umumnya
bukanlah pemikiran yang sama sekali baru. Segala pengetahuan dan pengalaman
yang diperolehnya baik di Athena maupun di tempat-tempat perantauannya, setelah
diolah dan dirangkai sedemikian rupa, secara menakjubkan dapat menghasilkan
suatu ulasan, teori, pandangan, dan pendapat yang diserai argumen yang sukar
dibantah.[14]
Plato sendiri menyadari ada buah fikirannya yang mudah dicerna, yang
kebenaran dan kegunaannya terlihat dengan jelas, sehingga tidak begitu sulit
bagi orang lain untuk menyambut dan menerimanya dengan baik. Tetapi ada juga
buah fikirannya yang agak sukar dicerna serta memerlukan waktu yang cukup dan
memusatkan fikiran yang khusus untuk dapat memahaminya dengan baik.
Dari seluruh buah fikiran yang dipersembahkan Plato bagi pembangunan negara
ideal, ada tiga pokok fikiran yang merupakan gelombang yang saling
susul-menyusul.
a.
Gelombang Pertama (The Frist
Wave)
Gelombang pertama menurut Plato ialah bahwa pria dan wanita, oleh sebab
itu harus memperoleh kesempatan yang sama, terutama pada pendidikan dan
pekerjaan. Pemikiran Plato yang demikian itu bertolak belakang dengan kenyataan
yang ada pada masa itu sebagai warisan tradisi dan kebiasaan yang mengharus
wanita dibedakan dari pria. Itulah sebabnya di dalam negara ideal, wanita tidak
boleh dibedakan dari pria.
Namun perlu diketahui bahwa kendati Plato “memperjuangkan” kesamaan wanit
dan pria sebagaimana yang diperjuangkan oleh gerakan emansipasi kaum wanita
yang muncul sejak abad ke sembilan belas, tetapi motivasinya jelas berbeda.
Plato melihat tenaga kerja kaum wanita selama ini dimanfaatkan dengan baik dan
disia-siakan begitu saja, sedangkan di pihak lain, pria harus bekerja
membanting tulang bagi keluarga dan negara.
Kendati pemikiran Plato mengenai kesamaan wanita dan pria merupakan satu gelombang
yang menggoncangkan orang-orang semasanya, namun ia mengatakan bahwa gelombang
yang pertama ini tidaklah sebesar gellombang berikutnya.
b.
Gelombang Kedua (The Second
Wave)
Apa yang disebut gelombang kedua oleh Plato ialah gagasanya untuk menghapuskan
perkawinan dan keluarga demi membentuk satu keluarga besar, yakni negara
sehingga semua orang “bersaudara di dalam negara”. Plato mengatakan bahwa
alangkah baiknya apabila seorang pria tidak memiliki seorang istri, sehingga
semua wanita adalah untuk semua pria dan semua pria adalah untuk semua wanita.
Memang gagasan untuk menghapuskan lembaga perkawinan dankeluarga,
ternyata bukan hanya menggoncangkan orang-orang semasanya, tetapi juga sampai
sekarang ini masih tetap menggemparkan. Bagi manusia modern yang beradab,
gagasan Plato itu bukan saja merendahkan martabat manusia, melainkan juga suatu
pemerkosaan terhadap hak-hak asasi manusia.[15]
Memang gagasan Plato untuk menghasukan lembaga perkawinan dan keluarga
demi membentuk negara sebagai satu keluarga besar memiliki maksud-maksud
tertentu sebagai jawaban atas situasi dan kondisi negara yang amat buruk pada
masa itu. Adapun maksud dan tujuannya adalah:
1)
Untuk menciptakan suatu negara
sebagai suatu keluarga, maka dengan demikian keutuhan dan kesatuan negara akan
terjamin dan terpelihara berdasarkan ikatan kasih persaudaraan yang merupakan
suatu ikatan yang amat kokoh.
2)
Untuk meningkatkan loyalitas
dan dedikasi kepada negara. Apabila perkawinan dan keluarga dihapuskan makan
tidak seorang pun lagi yang akan direpotkan dengan segala tetek-bengek urusan
keluarga.
3)
Untuk mengendalikan jumlah
penduduk. Plato mengatakan bahwa negara ideal itu tidak boleh terlalu besar,
tetapi juga tidak boleh terlalu kecil.
c.
Gelombang Ketiga (The Third
Wave)
Gelombang ketiga menurut Plato ialah gagasan mengenai filsuf-raja. Plato
mengatakan bahwa raja di negara ideal adalah para filsuf. Hanya saja, apabila
para filsuf yang menjadi penguasa, yaitu jika kekuasaan politik dan kecerdasan
serta pengetahuan yang tinggi menyatu di tangan para cendekiawan, barulah
negara akan dapat dipimpin dengan hikmat dan kearifan sejati (true wisdom).
7. Karya-karya Plato
Lewat hasil karya tulisannya yang cukup banyak dan sebagian besar ditulis
dalam bentuk dialog dengan gaya bahasa yang sangat indah dan menawan hati.
Plato bukan hanya terkenal sebagai seorang filusuf yang agung melainkan juga
sebagai sastrawan yang mengagumkan. Semua karya tulis Plato yang diwariskan
kepada kita masih cukup lengkap dan dalam kondisi yang baik.
Ada sebuah daftar karya tulis Plato yang disusun oleh Thrasyllos
(meninggal 36 M.). dalam daftarnya itu, Thrasyllos membagi semua karya tulis
Plato ke dalam sembilan kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat karya
tulis (tetralogies). Itu berarti menurut Thrasyllos semua karya tulis Plato
berjumlah 36 buah. Namun menurut para sarjana modern, karya berikut bukanlah
hasil karya tulis Plato, diantaranya yaitu:
o
Alkibiades II
o
Minos
o
Theages
o
Erastae atau Amatores
o
Axiokhus
o
Eryxias
o
Hipparkhos
Dan ada pula yang masih diragukan otentisitasnya, yaitu:
o
Alkibiades I
o
Epinomis
o
Kleitopon
o
Hippias Maior, dan
o
Hippias Minor
Berbagai upaya telah dilakukan oleh para sarjana, khususnya sejak
Schleiermacher (1768-1834), menyusun secara kronologis semua hasil karya tulis
Plato, namun hingga kini hasilnya kurang memuaskan dan pada umumnya belum dapat
diterima oleh semua ahli. Pada tahun 1578 terbitlah satu karya edisi Plato di
Paris yang disunting dan diterbitkan oleh H. Stephanus yang kemudian menjadi
referensi bagi para sarjana modern bila
mengutip tulisan-tulisan Plato.
PENUTUP
1)
Terjadi perbedaan di kalangan
para filsuf tentang tempat dan tahun kelahiran Plato yang sesungguhnya, akan
tetapi dari sekian banyak buku filsafat yang diterbitkan diperoleh data bahwa Plato
lahir di Athena pada tahun 427-347 SM, dan yang pasti ialah, Plato lahir dalam
suatu keluarga Aristokrat Athena yang turun-temurun memiliki peranan yang amat
penting dalam kehidupan politik di Athena.
2)
Banyak sekali definisi-definisi
yang dikemukakan tentang filsafat, akan tetapi Plato mempunyai definisi
tersendiri mengenai filsafat yaitu pengetahuan tentang segala yang ada,
serta pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.
3)
Dalam hampir
semua dialog Plato, peran Socrates
senantiasa ditempatkannya sebagai pelaku utama. Lewat seluruh karya
filsafatnya, Plato seolah-seolah
hendak mengabdikan nama gurunya yang amat dikagumi, dihormati dan dicintainya
itu.
4)
Filsafat Plato tidak hanya dipengaruhi oleh faham Socrates
tetapi juga dipengaruhi oleh filusuf sebelumnya yang dikenal sebagai filusuf pra-sokratik seperti Kratylos,
Herakleitos, Parmenides, dan ajaran Orphisme.
5)
Secara ringkas faham idealisme mengatakan bahwa realitas
terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal (mind) atau jiwa (selves),
bukan benda material dan kekuatan. Idealisme menekankan mind sebagai hal
yang lebih dahulu (primer) daripada materi.
6)
Jenis-jenis Idealisme ada tiga:
a.
Idealisme Subjektif- Immaterialisme
b.
Idealisme Objektif
c.
Personalisme atau Idealisme Personal
7)
Plato mengatakan bahwa ide adalah
realitas yang sebenarnya dari segala sesuatu yang ada yang dapat dikenal lewat
panca indera. Bagi Plato, dunia inderawi bukanlah realitas
yang sebenarnya. Dunia inderawi itu hanyalah bayangan atau gambaran yang tidak
lengkap dan tidak sempurna dari dunia ide.
8)
Etika Plato adalah etika yang didasarkan pada
pengetahuan, sedangkan pengetahuan hanya mungkin diraih dan dimiliki lewat dan
oleh akal budi, maka itulah sebabnya etika Plato disebut juga sebagai etika rasional.
9)
Sebenarnya pemikiran-pemikiran Plato dalam mencari sebuah
kebenaran sangatlah banyak, akan tetapi yang menonjol dari pemikirannya adalah
masalah agama dan negara ideal yang selalu diimpi-impikan oleh Plato.
10)
Latar belakang pemikiran Plato tentang agama adalah tidak sependapatnya dengan pemikiran Homeros,
Hesiodos, dan Aeschylus, yang telah merendahkan Tuhan lewat karya-karyanya yang
sedemikian rupa dengan mengungkapkan hal-hal yang buruk dan yang tidak pantas
mengenai para allah.
11)
Sedangkan latar belakang
pemikiran Plato tentang negara adalah untuk memperbaiki keadaan negara yang
dirasakan buruk karena berada di bawah pemerintahan demokratis sehingga
merangsang Plato untuk menciptakan negara yang ideal.
12)
Manusia zaman dulu percaya
bahwa negara itu diciptakan oleh para dewa-dewi tertentu untuk melindungi,
mengatur, memerintah dan menguasainya. Akan tetapi pada zaman Socrates dan
Plato, doktrin teokratis tentang asal mula negara telah memudar popularitasnya
karena munculnya ajaran kaum Sofis. Protagoras, kaum terkemuka kaum Sofis,
mengatakan bahwa negara itu diciptakan oleh manusia itu sendiri.
13)
Bagi Plato, negara adalah suatu
sistem pelayanan yang mengharuskan setiap warga negara secara bertanggung jawab
saling mengisi, saling memberi dan menerima, saling memperhatikan kebutuhan
sesama warga dan saling membangun.
14)
Menurut Plato tujuan negara
sinkron dengan tujuan manusia yaitu: kesenangan dan kebahagiaan warganya. Jika
itu adalah tujuan suatu negara berarti tugas negara adalah mengupayakan
kesenangan dan kebahagiaan itu, dan dengan demikian fungsi negara yang paling
menonjol ialah fungsi kesejahteraan.
15)
Bentuk-bentuk
negara anatara lain: aristokrasi, timokrasi, oligarki, demokrasi, dan tirani.
Dari lima bentuk negara yang dikemukakan Plato, yang berada di urutan pertama
dan merupakan bentuk negara yang terbaik ialah aristokrasi.
16)
Pemerintahan
negara aristokratik yaitu pemerintahan berada di tangan para cendekiawan yang dikatakan Plato sebagai orang-orang
terbaik, yang penuh dengan kebajikan dan kebaikan serta keadilan.
17)
Ada tiga pokok fikiran yang
merupakan gelombang yang saling susul-menyusul.
1.
Gelombang Pertama (The Frist
Wave)
2.
Gelombang Kedua (The Second
Wave)
3.
Gelombang Ketiga (The Third
Wave)
18)
Sebuah daftar karya tulis Plato
yang disusun oleh Thrasyllos (meninggal 36 M.). dalam daftarnya itu, Thrasyllos
membagi semua karya tulis Plato ke dalam sembilan kelompok dan setiap kelompok
terdiri dari empat karya tulis (tetralogies). Itu berarti menurut
Thrasyllos semua karya tulis Plato berjumlah 36 buah. Diantaranya adalah Alkibiades
II, Minos, Theages, Erastae atau Amatores, Axiokhus, Eryxias, Hipparkhos, Alkibiades
I, Epinomis, Kleitopon, Hippias Maior, Hippias Minor, dan yang paling terkenal
adalah Republic
DAFTAR
PUSTAKA
Achmadi, Asmoro, Filsafat Umum, Jakarta: Rajawali Pers, 2001.
Azra, Azyumardi, Demokrasi, Hak asasi
manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta, ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2000.
Hendrik, Rapar, Jan, Filsafat Politik Plato, Jakarta: CV. Rajawali,
1991.
S. Pradja, Juhaya, Aliran-aliran Filsafat Dari Rasionalisme Hingga
Sekularisme, Bandung: CV Alva Gracia, 1987.
Yakub, Hamzah,
Filsafat Ketuhanan, Bandung:
PT. Al Ma’arif, 1984.
[3]Hamzah Yakub, Filsafat
Ketuhanan (Bandung: PT. Al Ma’arif, 1984),11-12.
[5] Juhaya S. Pradja, Aliran-aliran Filsafat
Dari Rasionalisme Hingga Sekularisme, (Bandung: CV Alva Gracia, 1987),
36-38.
[7] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum,
16.
[8] Jan Hendrik Rapar, Filsafat Politik Plato, 53-55.
[9] Jan Hendrik Rapar, Filsafat Politik Plato, 121-124.
[11] Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak asasi
manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta, ICCE UIN Syarif Hidayatullah,
2000), cet.1, 41-42.
[12] Jan Hendrik Rapar, Filsafat Politik Plato, 60-63.
[14] Jan Hendrik Rapar, Filsafat Politik Plato, 133.
[15] Jan Hendrik Rapar, Filsafat Politik Plato, 134-138.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar